Mediakebenarankeadilan.com – Pasti banyak sudah diantara pembaca yang pernah tau pertunjukan reog, yaitu suatu macam wayang orang berkendaraan “kuda”. Dalam bahasa Jawa disebut Jaran Kepang kuda (jaran) yang disebut dari pada kulit bambu yang dianyam.
Pertunjukan reog itu berupa peperangan. Oleh dua golongan yang berperang, ada dipakai, dikibarkan bendera. Yang satu membawa bendera warna merah. Lainnya mebawa bendera yang hijau warnanya. Golongan bendera merah, itulah yang menang. Warna merah menjadi lambang kemenangan. Adapun pihak yang kalah, ialah yang berbandera hijau. Warna hijau itu mengandung arti kekalahan.
Kalau pemain reog ditanya, kenapa hijau dipakai sebagai tanda kekalahan, ia akan menjawab “Gih pun ngoten niku. Adate pun ngoten”. (Harus begitu. Sudah menjadi naluri). Hal ini perlu diterapkan, sebab bangsa lain memandang hijau sebagai lambang hidup atau kehidupan. Pula berarti pengharapan.
Sepanjang naluri Jawa, merah diberi arti api, darah, perjuangan dan kemenangan. Adapun warna putih dijadikan lambangnya sejuk (dingin) dan cahaya (sinar). Pengertian lain, putih pun diartikan resik, bersih, suci.
Apakah lambang yang sebenarnya terkandung dalam Dwiwarna Merah Putih itu?
Beralasan sebutan yang umum dipakai dikalangan Kraton, turun menurun mulai zaman Sultan Agung, Merah Putih itu ada yang memberi arti demikian.
Merah, gula rasanya manis. Putih kelapa, rasanya gurih Manis bercampur gurih, suatu rasa lezat yang meni’matkan perasaan manusia. Dalam hal ini, Merah Putih atau Gulo Klopo, dimaksud sebagai lambang kekayaan dan kesejahteraan pulau Jawa. Kekayaan dan kemakmuran ini pula menjadi lambangnya penghidupan yang bahagia (beruntung).
Keterangan lain mengatakan, bahwa Merah Putih atau Gulo Klopo yang mengandung rasa manis – gurih yang lezat itu, ialah dimaksud sebagai lambangnya hati yang murah, yang hanya serba memberi kebaikan kepada orang (bangsa) lain, Jadinya juga sebagai tanda watak yang luhur, bahwa bangsa yang mempunyai warna itu sebagai lambang kebesaran, ialah suatu bangsa yang tidak mengenal kebencian, dan tidak mengandung rasa dendam kepada siapapun juga.
Namun, ketegasan arti yang sebenarnya, belum pernah ada. Meskipun karena belum pernah adanya ketentuan arti yang sebenarnya itu, orang, atau golongan masing masing, dapat memberi arti Merah Putih diterima dan diakui menjadi lambang kesadaran bersatu sebagai satu bangsa, dengan satu tanah air dan satu bahasa. Karena hasrat bersatu itu menjadi syarat – mutlaknya tanda kebangsaan yang hidup, dan yang hendak hidup selayak manusia dalam negerinya sendiri yang bebas dan merdeka, maka Merah Putih pun sekian lamanya menjadi syarat memperkuat semangat persatuan dan syarat penggembleng semangat keberanian dalam berjuang menuntut hak – kebangsaan, menentukan nasib sendiri dan memilih macam bentuk pemerintahan sendiri.
Oleh karena cita – cita Nasional itu luhur dan suci, maka, meskipun didalam naluri Jawa, warnah Putih tidak berarti resik, bersih dan suci, hanya lambang untuk rasa sejuk, yang berarti hati yang aman, dan senang, dan lambang untuk cahaya atau sinar, maka didalam pergerakan Nasional, warna putih dalam Dwiwarna itu diberi arti : suci dan luhur.
Leave a Reply